Senin, 31 Mei 2010

Karekteristik Pendurhaka Para Nabi


Hari-hari kehidupannya umat Islam Palestina mengalami nasib yang tragis. Dijajah, dibantai dan ditindas oleh orang-orang israel. Padahal israel telah mendapatkan 90% tanah Palestina, sebelumnya hanya memiliki 5%. Dengan cara menyerang, kemudian menduduki dan menjajah Palestina. Untuk itu marilah kita pahami karakter khas mereka. Sehingga kita tidak mudah melupakan kejahatan-kejahatan mereka sepanjang sejarahnya.
Berikut ini karakter israel dalam alqur'an :

1. Iri dan dengki.

Karakter dan kompetensi khas yahudi adalah iri dan dengki. Allah swt berfirman: “Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang Telah diturunkan Allah, Karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat muika sesudah (mendapat) kemurkaan dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan” (QS Al Baqarah [2]:90)

Menurut tafsir Depag yang dimaksud adalah karena Allah menurunkan wahyu (kenabian) kepada Muhammad saw. Kemudian mereka, Yahudi, mendapat kemurkaan yang berlipat-ganda. Yaitu kemurkaan karena tidak beriman kepada Muhammad saw dan kemurkaan yang disebabkan perbuatan mereka dahulu, yaitu membunuh nabi, mendustakannya, merobah-robah isi Taurat dan sebagainya.

Senada dengan itu adalah pendapat imam Ibnu Katsier. Beliau berkata, “Orang Yahudi telah memilih untuk diri mereka kafir kepada Nabi Muhammad saw, karena hasad dan iri hati. Sebab Allah menurun-kan karunia berupa kenabian dan wahyu kepada seorang dari bangsa Arab. Untuk itu mereka kembali mendapat murka Allah. Yaitu ketika mereka menyembah anak sapi lalu kafir terha-dap nabi Muhammad saw. Atau karena kafir terhadap nabi Isa as dan kafir terhadap nabi Muhammad saw dan Al Qur’an“.

2. Membunuh dan mengusir kaumnya sendiri.

Yahudi adalah pembunuh berdarah dingin. Mereka siap membunuh siapa saja orang diluar kelompoknya. Bahkan sesama Yahudi juga saling usir dan saling membunuh. Tak terkecuali kepada para utusan Allah yang hadir di tengah-tengah mereka untuk memberikan bim-bingan dan petunjuk ke jalan yang lurus.

Allah swt berfirman: “Dan (ingatlah), ketika kalian berkata: ‘Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya’. Musa berkata: ‘Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai peng-ganti yang lebih baik ? pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta. Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. hal itu (terjadi) Karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. demikian itu (terjadi) Karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas” (QS. Al Baqarah [2]: 61)

Abdullah bin Mas’ud RA berkata, “Pernah terjadi bani Israil dalam satu hari membunuh tiga ratus nabi. Setelah iiu mereka melanjutkan pasaran rempah-rempahnya disore hari“. Tentang pembunuhan diantara mereka, Allah berfirman: “Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan“. (QS. Al-Baqarah[2]:72).

Di dalam ayat lain, Allah swt berfirman: “Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolong-an daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu tertiadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu, apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terthadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembali-kan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat“. (QS Al-Baqarah [2]: 85).

Dalam tafsir Depag dikatakan bahwa ayat Ini berkenaan dengan cerita orang Yahudi di Madinah pada permulaan Hijrah. Yahudi Bani Quraizhah bersekutu dengan suku Aus, dan Yahudi dari Bani Nadhir bersekutu dengan orang-orang Khazraj. Antara suku Aus dan suku Khazraj sebelum Islam, selalu terjadi persengketaan dan peperangan yang menyebabkan Bani Quraizhah membantu Aus dan Bani Nadhir membantu orang-orang Khazraj. Sampai antara kedua suku Yahudi itupun terjadi peperangan dan tawan menawan. Karena membantu sekutunya. Tapi jika Kemudian ada orang-orang Yahudi tertawan, Maka kedua suku Yahudi itu bersepakat untuk menebusnya kendatipun mereka tadinya berperang-perangan.

3. Bakhil, pelit dan medit.

Yahudi adalah manusia yang sangat loba. Sangat cinta kepada dunia sehingga mereka ingin hidup ribuan tahun lamanya, Allah swt berfirman: “Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umurpanjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan“. (QS Al-Baqarah [2]: 96).

Menurut Imam Al Qurthudi dan Imam Ibnu Katsier yang dimaksud dengan mereka (hum) adalah Yahudi. Dengan demikian sangat tegas dan jelas bahwa Yahudi adalah orang-orang yang rakus, loba, pelit dan medit. Yaitu orang-orang yang ingin hidup terus serta kafir dengan hari kebangkitan atau hari kiamat. Padahal hal ini merupakan salah pondasi dari keimanan.

4. Pendusta

Yahudi adalah bohong kelas wahid. Mereka menyembunyikan kebenaran. Menukar yang hak dengan yang bathil. Mengubah ayat-ayat Allah serta menju-alnya dengan harga yang murah, Allah swt berfirman: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahui“. (QS Al Baqarah [2]: 42)

Di dalam ayat lain, Allah swt berfirman: “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (QS Al Baqarah [2]: 75).

Menurut tafsir Depag, yang dimak-sud ialah nenek-moyang mereka yang menyimpan Taurat, lalu Taurat itu diubah-ubah oleh mereka, di antaranya sifat-sifat nabi Muhammad saw yang tersebut dalam Taurat itu.

Allah swt berfirman: “Maka Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: ‘Ini dari Allah, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan“. (QS. Al-Baqarah [2]:79).

As Suddi berkata, “Dahulu ada beberapa orang Yahudi menulis surat-surat yang dibuat sendiri, lalu dijual kepada orang Arab dan mereka berkata, ‘Itu dari kitab Allah’, untuk mendapatkan harga“.

5. Pengkhianat.

Mereka juga terkenal sebagai makhluk yang suka berkhianat dari dulu
hingga hari ini. Mereka mengkhianati perjanjian Madinah yang disepakati
bersama antara Rasulullah, muhajirin, Anshar dan penduduk Madinah lainnya.

Contohnya mereka mengkhianati pasal 45 dan 47 Piagam Madinah yang ber-
bunyi, “Orang-orang Yahudi bekerjasama dengan kaum muslimin dalam mengumpulkan biaya perang, selama terjadi peperangan. Mereka saling tolong menolong dalam menghadapi orang-orang yang memerangi isi perjanjian“. Tapi apa balasan Yahudi. Ternyata mereka bersekongkol dengan musyrikin Quraisy untuk mencelakakan Rasulullah saw beserta sahabatnya dalam perang ahzab. Para tokoh Yahudi berangkat ke Mekkah untuk mendorong kaum musyrikin Ourasy melancarkan perang terhadap Rasulullah. Tokoh-tokoh Yahudi berkata, “Kami akan berperang bersama-sama kalian hingga berhasil menghancurkannya“.

Lebih parah lagi, para pendeta Yahudi berusaha keras meyakinkan penyembah berhala bahwa berperang melawan Muhammad saw adalah kebenaran yang harus dilaksanakan. Mereka menyatakan kepercayaan orang-orang Ourasy jauh lebih baik daripada agama Islam. Dan tradisi-tradisi jahiliyyah lebih baik daripada ajaran-ajaran Al Qur’an. Tentu saja musyrikin Qurasy menyambut gembira uluran tangan Yahudi.

Mereka juga berkhianat kepada nabi Musa as dan Allah swt. Sebagaimana firman Allah berikut ini: “Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling“. (QS. Al-Baqarah [2]: 83).

Tapi apa yang dilakukan Yahudi ? Justru mereka menyembah anak sapi (’ijla). Saling mengusir, saling menawan, berperang dan saling membunuh diantara mereka, Allah swt berfirman: “Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, Kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya “. (QS Al Baqarah [2]: 84).

Pengkhianatan Yahudi itu terjadi hingga hari ini. Sejarah modern juga penuh dengan catatan sikap ingkar dan mengotak-atik perjanjian yang dilakukan oleh Yahudi. Pada tahun 1967, belum lewat sehari dari pemyataan dan janji Israel yang telah ditegaskan AS bahwa Israel tidak akan mendahului menyerang kawasan Arab. Tiba-tiba secara serentak tentara Israel menyerang berbagai Negara Arab: Mesir, Yordania dan Suriah. Mereka mencap-lok berbagai kawasan Arab seperti gurun Sinai dan dataran tinggi Ghalan. Bahkan pada tanggal 14 Desember 1984, Sidang Umum PBB mengeluarkan surat keputusan bemomor: 146/39b yang menyebutkan bahwa file-file khusus tentang Israel serta praktek politik dan tindakan-tindakan Negara itu, menguatkan tuduhan bahwa Israel bukanlah Negara cinta damai. Israel bahkan terbukti sebagai Negara yang selalu mengingkari prinsip-prinsip kesepakatan Internasional atau perjanjian-perjanjian yang telah ia sepakati sendiri.

6. Provokator

Mereka juga terkenal sebagai provokator yang ulung. Para pembesar dan pendeta mereka senang mengadu domba dan mencaci maki Rasulullah saw beserta sahabatnya. Diantaranya adalah sikap Huyayyi bin Akhtab dan Yasir bin Akhtab yang sangat dengki dengan kaum muslimin dan berusaha memurtadkan orang-orang yang telah beriman.

Namun kejahatan gembong Yahudi tersebut dibongkar oleh Allah swt sebagai-mana firman-Nya: “Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu behman, Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran“. (Al-Baqarah 109).

Belum lagi provokasi mereka dalam bentuk ejekan kepada Rasulullah, Al Qur’an dan Al Islam. KH. Moenawar Khalil mencatat ada 25 kasus provokasi
yang dilakukan oleh para pendeta dan kaum Yahudi.

7. Pengecut

Bangsa Yahudi sebenarnya adalah bangsa pengecut, pembual dan bermulut besar. Mereka adalah penakut. Sayang hari ini justru umat Islam takut sama Yahudi. Akibatnya kini umat Islam takluk di bawah ketiak Yahudi. Baik dari sisi ideologi, politik, ekonomi, sosial, seni, budaya dan sistem informasi, apalagi militer.

Allah swt berfirman: “Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah nabi Musa, yaitu ketika mereka Berkata kepada seorang nabi mereka: ‘Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah’. nabi mereka menjawab: ‘Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang’. mereka menjawab: ‘Mengapa kami tidak mau berperang dijalan Allah, padahal Sesungguhnya kami Telah diusir dari anak-anak kami?’. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka dan Allah Maha mengetahui siapa orang-orang yang zalim“. (QS Al-Baqarah [2]:246).

Yang dimaksud seorang raja disini adalah Samuil. Raja yang lurus dan mengajak bani Israil untuk mengesakan Allah swt, yaitu kembali kepada ajaran nabi Musa as serta membebaskan mereka dari penindasan orang-orang Mesir.

Tapi anehnya sebagian besar diantara mereka adalah pengecut dan hanya omong besar. Kenyataannya takut melakukan perlawanan dan peperangan melawan para penjajah. Allah swt berfirman: “Mereka berkata: ‘Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasuki nya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, Karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami Hanya duduk menanti disini saja“. (QS Al Maaidah [5]:24).

Lihatlah sikap pengecut bangsa Yahudi. Mereka membiarkan nabinya berjuang sendirian. Sementara mereka lebih suka duduk-duduk saja.

demikianlah sifat-sifat pendurhaka para nabi.

Selasa, 25 Mei 2010

Membangun Rumah Di Surga Dengan Duabelas Rakaat

Sebagai dien (aturan hidup) yang syamil, kamil dan mutakamil (lengkap, sempurna dan saling menyempurnakan) ajaran Islam meliputi segenap urusan hidup. Islam tidak saja mengatur urusan hidup di alam fana dunia tetapi juga meliputi kehidupan di alam baqa akhirat.

Banyak arahan dari Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam yang mendorong seorang Muslim untuk berinvestasi jangka panjang bagi kebahagiaan hidup di akhirat. Malah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan bahwa seorang Muslim yang peduli dengan kehidupannya di alam sesudah meninggalkan dunia fana ini, merupakan Muslim yang cerdas. Kecerdasan seseorang bukanlah bilamana ia peduli sukses dalam kehidupan dunia namun tidak pernah merencanakan keberhasilan untuk hidupnya di alam akhirat.

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ

“Orang yang paling cerdas ialah orang yang banyak menghitung-hitung/evaluasi/introspeksi (‘amal-perbuatan) dirinya dan ber’amal untuk kehidupan setelah kematian. (At-Tirmidzi 8/499)

Bagi seorang Muslim keberhasilan di akhirat merupakan keberhasilan sejati. Sedangkan keberhasilan di dunia tidaklah dianggap sebagai keberhasilan kecuali jika keberhasilan tersebut mampu memperbesar peluang bagi dirinya untuk menjadi berhasil pula di akhirat. Inilah yang digambarkan Allah ta’aala melalui firmanNya sebagai berikut:

وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

”Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS Ali Imran ayat 185)

Saudaraku, salah satu arahan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam yang menarik untuk diperhatikan dan selanjutnya dilaksanakan ialah menegakkan sholat sunnah dua belas rakaat setiap hari. Tentu hal ini setelah menunaikan sholat lima waktu yang wajib dikerjakan setiap hari pula. Apa yang menarik dari arahan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ini?

Yang menarik ialah reward atau ganjaran yang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam janjikan bagi pelakunya. Coba simak hadits di bawah ini:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ

Dari Aisyah radhiyallahu ’anha beliau berkata: Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa rutin menegakkan sholat sunnah dua belas rakaat, maka Allah ta’aala akan membuatkan rumah baginya di surga, yaitu empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebelum Subuh.” (HR Tirmidzi 379)

Bayangkan, saudaraku…! Hanya dengan mengerjakan perbuatan yang tidak sulit ini seseorang dijamin Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bakal Allah ta’aala bangunkan rumah alias istana di surga. Subhanallah...!

Namun sudah barang tentu untuk memperoleh fasilitas istimewa ini seorang Muslim tidak diharapkan hanya mengerjakannya satu hari seumur hidupnya lalu sesudah itu ia tinggalkan dan tidak pernah mengerjakannya lagi sama sekali. Jangan lupa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyuruh seorang Muslim untuk membiasakan diri melakukan suatu amal kebaikan dengan konsistensi dan keteguhan. Allah ta’aala menyukai hambaNya yang walaupun mengerjakan perkara kecil namun ia mau mengerjakannya secara kontinyu, terus-menerus, tidak angin-anginan, tidak musiman.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اكْلَفُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ وَكَانَ إِذَا عَمِلَ عَمَلًا أَثْبَتَهُ

Dari Aisyah radhiyallahu ’anha beliau berkata: Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:“Lakukanlah amal sesuai kesanggupan. Karena sesungguhnya Allah ta’aala tidak akan bosan sehingga engkau menjadi bosan. Dan sesungguhnya amal yang paling Allah ta’aala sukai ialah yang terus-menerus dikerjakan walaupun sedikit. Dan bila ia beramal ia beramal dengan teguh pendirian.” (HR Abu Dawud 1161)

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“(Ya Allah) Yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah pendirianku di atas agamaMu.” (HR Tirmidzi 2066)

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَالْهَرَمِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kelemahan, kemalasan, sikap pengecut, kebakhilan, kepikunan, dan azab kubur. Ya Allah, berikanlah diriku ketakwaannya dan sucikanlah ia, karena Engkaulah yang sebaik-baik yang menyucikannya, Engkaulah Penolong dan Pemiliknya.” (HR Muslim 4899)

Selasa, 18 Mei 2010

Manhaj Dakwah Salafusholeh, Manhaj yang Haq


عن ابن عباس – رضي الله عنهما – أن رسول الله r لما بعث معاذاً إلى اليمن قال :

« إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب ، فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله – وفي راوية : إلى أن يوحدوا الله – فإن هم أطاعوك لذلك، فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة ، فإن أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم. فإن هم أطاعوك لذلك، فإياك وكرائم أموالهم ، واتق دعوة المظلوم ، فإنه ليس بينها وبين الله حجاب ».

Dari Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama ketika mengutus Mu’adz ke Yaman ia berkata, “Sesungguhnya engkau akan datang kepada suatu kaum dari ahli kitab. Maka hendaklah yang pertama engkau serukan kepada mereka syahadat La Ilaaha Illallah – dalam riwayat lain : kepada mentauhidkan Allah – jika mereka menta’atimu untuk itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwasanya Allah mewajibkan atas mereka lima sholat dalam sehari semalam. Jika mereka menta’atimu untuk itu, beritahukanlah bahwasanya Allah mewajibkan atas mereka sedekah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya mereka lalu diberikan kepada orang-orang fakir mereka. Jika mereka menta’atimu untuk itu maka jauhilah olehmu harta-harta mereka yang paling berharga. Dan takutlah kamu kepada do’a orang yang dizalimi. Sesungguhnya tidak ada antara dia dan Allah pembatas”. (Keluarkan oleh Al-Bukhari dalam Kitab Az-Zakah hadits no. 1395, Muslim dalam Kitab Al-Iman hadits no.31, An-Nasai dalam kitab Az-Zakah 5/3, Ibnu Majah Kitab Az-Zakah hadits no. 1783 , 1/568, Ad-Daarimi kitab Az-Zakah hadits no. 1662, 1/318 dan Ahmad 1/223).

Perawi Hadits :

Abdullah bin Abbas bin Abdul Muth-tholib Al-Hasyimi putra paman Rasulullah. Tinta dan lautan karena keluasan ilmunya. Salah seorang sahabat yang banyak meriwayakan hadits, dan salah seorang ‘abadilah dari fuqoha’ sahabat. Wafat pada tahun 68 H.

Makna Hadits :

Hadits ini menjelaskan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh seorang juru dakwah kepada Allah. Kewajiban pertama kali yang harus dia mulai adalah berdakwah kepada At-Tauhid dan meng-esakan Allah semata dengan ibadah dan menjauhkan diri dari syirik yang kecil maupun besar. Dan itu terwujud dengan bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak diibadati dengan hak melainkan Allah dan bahwasasnya Muhamad itu adalah Rasulullah.

Yang dimaksud dengan syahadat (kesaksian) ini, bahwasanya ibadah dengan segala bentuknya adalah hak mutlak Allah semata. Tidak ada sesuatupun selain-Nya yang berhak. Baik malaikat muqorrob, nabi yang diutus, orang sholeh, batu, pohon, maupun matahari dan bulan.

Maka tidak boleh diseru kecuali Allah semata. Tidak boleh berhukum kecuali kepada ALLAH, Tidak boleh ber-istighotsah kecuali dengan-Nya. Tidak boleh meminta pertolongan kecuali kepada-Nya. Tidak boleh bergantung kecuali kepada-Nya dan tidak ditakuti serta di harapkan kecuali Dia.

Maka barangsiapa yang memalingkan salah satu dari ibadah-ibadah ini atau ibadah yang lainnya untuk selain Allah, maka ia benar-benar telah menyekutukan Allah.

] إنه من يشرك بالله فقد حرم الله عليه الجنة ومأواه النار وما للظالمين من أنصار[.

Artinya, “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah, maka sungguh Allah telah mengharamkan atasnya surga dan tempat kembalinya adalah neraka. Dan orang-orang yang zholim itu tidak akan mendapatkan penolong seorangpun”.

Bukanlah yang dimaksud dengan (kalimat) La Ilaaha Illallah semata mengucapkannya. Akan tetapi haruslah mengetahui makannya dan mengamalkan isinya. Dan harus sempurna syarat-syaratnya. Syarat-syaratnya ada tujuh :

1. ilmu yang menafikan kebodohan.

2. Yakin yang menafikan keraguan.

3. Qobul (menerima) yang menafikan penolakan.

4. Inqiyad (tunduk) yang menafikan meninggalkan.

5. Ikhlas yang menafikan syirik.

6. Shidqu (juju/benar) yang menafikan dusta.

7. Mahabbah (cinta) yang menafikan benci.

Dan yang dimaksud dengan syahadat Muhamad Rasulullah yaitu, mengetahui maknanya dan mengamalkan kandungannya. Bukanlah maksudnya semata melafazhkannya. Maksudnya adalah membenarkannya pada apa yang diberitakannya dan mentaati perintahnya serta menjauhi larangannya. Dan mengibadati Allah dengan apa yang disyari’atkan melalui lisan Rasul yang mulia ini bukannya dengan mengikuti hawa nafsu atau berbuat bid’ah.

Wajib atas setiap muslim mengetahui makna dua kalimat syahadat dengan pemahaman yang benar dan bersungguh-sungguh dalam mengamalka kandungan-kandungannya. Yaitu membenarkan, mengimani dan mengamalkan apa yang dibawa oleh Rasulullah di dalam Al-Kitab dan As-Sunnah. Mulai dari yang berkaitan dengan akidah, ibadah serta syari’at-syari’at dalam segala aspek kehidupan.

Berdakwah dengan ikhlas juga ditunjukkan dengan tidak berlaku dzolim kepada objek dakwah, tidak mengurangi hak-hak mereka, memaafkan mereka setelah mereka menerima nilai dakwah, dan tidak sedikitpun ada keinginan merebut harta dan kekuasaan dari tangan mereka. Semata penegakan tauhid.

Kesimpulan Hadits :

1. Bahwasanya tauhid adalah azas islam.

2. Rukun islam yang paling penting setelah tauhid adalah menegakkan sholat.

3. Rukun islam yang paling wajib setelah sholat adalah zakat fardhu, dan itu termasuk hak harta.

4. Bahwasanya imam dialah yang berwenang mengumpulkan zakat dan membagikannya. Bisa langsung dilakukannya atau dilakukan oleh wakilnya.

5. Di dalam hadits ini terkandung dalil bahwasanya boleh mengeluarkan zakat pada satu ashnaf saja.

6. Tidak boleh membagikan zakat kepada orang yang kaya.

7. Haram atas amil zakat mengambil harta yang berharga.

8. Peringatan agar menjauhi berbagai bentuk kezaliman.

9. Diterimanya khobar wahid (hadits ahad) dari perawi yang adil dalam akidah dan hal-hal yang mewajibkan amal.

10. Seyogyanya seorang juru dakwah memulai dakwahnya dari paling penting kemudian begitu seterusnya.

11. mengikhlaskan amal dakwah, dan penerapannya dapat terlihat pada sasaran dakwah, apabila perolehan harta dan kekuasaan yang utama yakinilah dakwah telah rusak. dakwah semata penegakan tauhidullah dan tauhid risalah.

Keagungan dan Keutamaan Jihad

Al-Quran telah menempatkan jihad pada urutan yang paling utama diantara ibadah-ibadah yang lain. Al-Quran menyatakan dengan sangat jelas, agar kaum Muslim mencintai Allah dan RasulNya, serta jihad di jalan Allah di atas cintanya kepada yang lain. Allah swt berfirman;

قُلْ إِنْ كَانَ ءَابَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”[al-Taubah:24]

Al-Quran juga membandingkan perbuatan-perbuatan baik di dalam Islam dengan aktivitas jihad fi sabilillah. Allah swt berfirman:

أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim.”[al-Taubah:19]

Al-Quran juga melebihkan mujahid (orang yang pergi berjihad) di atas orang tidak pergi berjihad. Allah swt berfirman:

لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا(95)دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar;(yaitu) beberapa derajat daripada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Nisaa’ : 95-96]

Keutamaan dan Keluhuran Jihad di Dalam Sunnah

Hadits-hadits shahih telah menuturkan keagungan dan keluhuran jihad fi sabilillah di atas amal-amal shaleh yang lain.

1. Jihad Adalah Amal Yang Paling Utama

Di dalam sebuah hadits dituturkan, bahwa Rasulullah saw telah menetapkan kedudukan jihad sebagai amal yang utama dibandingkan dengan amal-amal yang lain, setelah beriman kepada Allah swt. Bahkan, jihad ditempatkan sebagai ra’s al-’amal (pangkal dari amal). Imam Bukhari menuturkan sebuah hadits dari Abu Dzarr ra, bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah saw:

أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ والْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Amal apa yang paling utama? Nabi saw menjawab, “Iman kepada Allah, dan jihad di jalanNya.”[HR. Bukhari] Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, ‘Hadits ini menunjukkan bahwa jihad merupakan amal yang paling utama setelah iman kepada Allah.”[1]

2. Orang Yang Pergi Berjihad Tidak Bisa Ditandingi Oleh Orang Yang Tidak Berangkat Berjihad

Dalam riwayat lain dinyatakan, bahwa kaum Mukmin yang tidak berangkat jihad, meskipun ia berusaha dengan sungguh-sungguh melaksanakan amal kebaikan dan taqwa, dirinya tidak mampu menyamai orang yang pergi ke medan jihad. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra, bahwasanya para shahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw:

مَا يَعْدِلُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ لَا تَسْتَطِيعُونَهُ قَالَ فَأَعَادُوا عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا كُلُّ ذَلِكَ يَقُولُ لَا تَسْتَطِيعُونَهُ وَقَالَ فِي الثَّالِثَةِ مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللَّهِ لَا يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى

Ya Rasulullah! Amal apa yang bisa menyamai jihad fi sabilillah? Nabi saw bersabda, “Kalian semua tentu tidak akan sanggup mengerjakannya.” Para shahabat pun mengulangi pertanyaannya dua atau hingga tiga kali, namun setiap diajukan pertanyaan itu, Rasulullah saw menjawab, “Kalian tidak akan mampu mengerjakannya.” Selanjutnya, pada pertanyaan yang ketiga, beliau saw bersabda, “Perumpamaan seorang mujahid di jalan Allah seperti halnya shaaim (orang yang berpuasa) yang selalu mentaati ayat-ayat Allah, dan ia tidak berhenti dari sholat dan puasanya, hingga mujahid di jalan Allah itu pulang kembali.” [HR. Muslim] Ini adalah redaksi hadits menurut versi Muslim. Sedangkan menurut versi Imam Bukhari disebutkan, “Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah saw, dan bertanya, “Tunjukkan kepada saya, amal apa yang bisa menyamai jihad? Nabi saw menjawab, “Aku tidak mendapati amal yang bisa menyamai jihad? Kemudian beliau saw bertanya, “Apakah kamu mampu (mengerjakannya), jika seorang mujahid pergi berjihad, lalu kamu masuk ke masjidmu, kamu kerjakan sholat tanpa pernah berhenti, dan kamu kerjakan puasa tanpa pernah berbuka? Kemudian ia berkata, “Lantas, siapa yang mampu mengerjakan hal itu?” Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya, berperangnya seorang mujahid berapapun lamanya, niscaya akan ditulis baginya kebaikan-kebaikan.”[HR. Bukhari]

Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam Fath al-Baariy menyatakan, “Imam Fudlail bin ‘Iyadl mengatakan, “Hadits ini menjelaskan keagungan jihad. Sebab, puasa dan ibadah-ibadah lain yang telah disebutkan keutamaan-keutamaannya di dalam hadits ini, seluruhnya setara dengan jihad. Bahkan, semua hal mubah yang dilakukan oleh seorang mujahid sebanding dengan pahala orang yang mengerjakan sholat dan ibadah lainnya. Oleh karena itu, Rasulullah saw bersabda, “Kamu tidak akan sanggup mengerjakannya.” Sedangkan keutamaan tidak ditetapkan dengan jalan qiyas, akan tetapi ia adalah ketetapan dari Allah swt kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Hadits ini menjadi bukti, bahwa jihad adalah seutama-utama amal secara mutlak.”[2]

Menurut Imam Nawawiy, hadits ini menunjukkan keagungan dan keutamaan jihad dibandingkan amal yang lain. Sebab, sholat, puasa, serta mentaati ayat-ayat Allah merupakan amal yang utama. Akan tetapi, Allah swt menyetarakan kedudukan seorang mujahid dengan orang yang mengerjakan sholat, puasa, dan mentaati ayat-ayatNya tanpa pernah berhenti –padahal ini tidak mungkin dilakukan oleh seorang manusiapun. Oleh karena itu, hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan, bahwa jihad adalah seutama-utama ibadah di sisi Allah swt.[3]

3. Jihad Sebagai Wasilah Menghindarkan Siksa

Sunnah juga menjelaskan bahwa jihad fi sabilillah merupakan wasilah (media) untuk menyelamatkan diri dari api neraka dan siksa kelak di hari kiamat. Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat, bahwa Rasulullah saw bersabda:

مَا اغْبَرَّتْ قَدَمَا عَبْدٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَمَسَّهُ النَّارُ

Tidaklah akan dijilat api neraka, debu-debu yang melekat di kaki seorang hamba yang berjihad di jalan Allah.” [HR. Bukhari]

Hadits ini juga menunjukkan keutamaan dan keagungan jihad di jalan Allah swt. Ibnu al-Munayyir menyatakan, bahwa siapa saja yang kakinya berdebu karena berjihad di jalan Allah, niscaya Allah akan haramkan dirinya masuk ke dalam api neraka, baik ia berperang secara langsung maupun tidak.[4] Sebab, debu-debu yang melekat di kaki para mujahid akan menyelamatkan dirinya dari siksa api neraka. Di dalam riwayat lain dinyatakan, “Siapa saja yang kakinya berdebu karena berjihad di jalan Allah, niscaya Allah akan menjauhkan dirinya dari api neraka sejauh 1000 tahun perjalanan penunggang kuda yang berjalan cepat.”[HR. Imam al-Thabarani di dalam al-Ausath].

4. Jihad Dapat Menghapus Dosa

Di riwayat yang lain juga diceritakan mengenai keberkahan jihad fi sabilillah meskipun dilakukan sebentar; yakni dapat menghapus dosa-dosa orang yang melakukannya. Dari Ibnu ‘Aidz diriwayatkan, bahwasanya ia berkata, “Rasulullah saw keluar mendatangi jenazah seorang laki-laki. Ketika jenazah itu diletakkan, ‘Umar bin Khaththab berkata, “Jangan engkau sholatkan Ya Rasulullah! Dia itu orang fajir.” Nabi saw segera menoleh kepada orang banyak dan bertanya, “Apakah ada diantara kalian yang pernah melihat dirinya mengerjakan perbuatan Islamiy? Seorang laki-laki menjawab, “Benar, Ya Rasulullah! Ia pernah menyibukkan diri dalam jihad di jalan Allah di suatu malam.” Nabi saw pun mensholatinya, dan kemudian mengusap jenazah itu dengan tanah, seraya berkata, “Sesungguhnya, shahabatmu menduga engkau termasuk penduduk neraka, akan tetapi aku bersaksi bahwa engkau adalah penduduk surga.”[HR. Imam Baihaqiy di Sya'b al-Iimaan]; dan masih banyak lagi hadits-hadits yang memiliki pengertian yang sama.

5. Kaum Mujahid Adalah Seutama-utama Manusia

Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat dari Abu Sa’id al-Khudriy, bahwasanya ia berkata:

أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ قَالَ رَجُلٌ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Rasulullah saw ditanya, siapakah orang yang mulia (utama)? Beliau menjawab, “Seorang laki-laki yang berjihad di jalan Allah.”[HR. Bukhari]

Hadits ini dengan sharih telah menjelaskan kepada kita, bahwa orang yang berjihad di jalan Allah menduduki tempat yang utama. Kaum salaf al-shaleh sangat memuliakan orang-orang yang dimuliakan Allah swt. Mereka berlomba-lomba untuk memuliakan dan menghormati orang yang berjihad di jalan Allah swt. Di dalam kitab al-Sair al-Kabiir dituturkan sebuah riwayat dari Mujahid (beliau adalah seorang tabi’in dan termasuk muridnya Ibnu Umar), bahwasanya ia (Mujahid) berkata, “Saya hendak pergi berjihad”. Mendengar ini, Ibnu Umar segera menuntun kudaku!! Aku pun melarang dirinya melakukan hal itu. Namun, ia berkata, “Apakah kamu tidak suka aku mendapatkan pahala? Sungguh, telah sampai berita kepada kami (Ibnu ‘Umar) bahwa orang yang membantu kaum Mujahid, maka kedudukannya diantara penduduk dunia tak ubahnya dengan kedudukan Malaikat Jibril diantara penduduk langit.”[5]


[1] Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 5/149

[2] Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 5/6

[3] Imam Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, juz 8/ 82-83

[4] al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 6/29-30

[5] al-Sair al-Kabiir, juz 1/30

Senin, 17 Mei 2010

Inilah kami.....dan yang kami cita-citakan....


kami bukan tak ingin kaya.
dan tak ingin hidup miskin.
kami hanya ingin memilih selalu hidup sederhana.
bersahaja dan apa adanya.

Alhamdulillah tempat tinggal ada, apa adanya, tempat berteduh dan beristirahat, terhindar dari panasnya matahari dan basahnya hujan. Rumah model kampung dan tak mengikuti tren arsitektur terbaru. Tak harus mewah, tak harus terlihat artistik. jadi kami gak merasa perlu ngelus-ngelus rumah mewah karena berkhayal ingin memilikinya.


kendaraan kami sama dengan kebanyakan orang, sepeda motor supra X yang sudah berumur 10 tahun, sudah berkarat di beberapa sisinya. buroqku ini telah mampu membantuku beraktivitas dan menghemat banyak hal dalam perjalanan. alhamdulillah mesinnya gak rewel. jadi gak merasa perlu ngelus-ngelus mobil mewah karena bermimpi ingin memilikinya.

belajar pada Syekh Hasan Al-Banna & Syaikh Umar Tilmisani, yang lebih memilih naik kereta kelas ekonomi untuk berdakwah di seantero Mesir, meski secara finansial sangat mampu untuk naik kereta kelas di atasnya. dan selain dengan motor supra X kemana-mana aku juga naik angkutan umum kelas ekonomi, selagi fisik mampu diajak berkompromi. Bukan naik mobil pribadi yang berAC. Bukan karena sayang mengeluarkan uang, tapi sungguh bersama orang-orang berbagai tipe di kelas ekonomi itu, banyak pelajaran yang dapat kuambil, dan itu mampu melembutkan hati.

kami memiliki baju secukupnya saja, tak harus mengikuti model terbaru. Yang penting masih utuh dipakai dan cukup pantas dilihat orang. kami khawatir menjadi penganut paham materialis, berburu berbagai koleksi baju, mobil mewah, perlengkapan elektronik... bukan karena perlu tapi hanya sekedar ingin.

setiap pagi jam saya dan anak saya, abdullah azzam yang saat ini berusia 8 tahun, pergi kemasjid untuk sholat subuh berjama'ah, walaupun saya lihat anakku masih mengantuk tapi saya lihat diwajahnya penuh semangat.

Dunia ini tak ada artinya bagi kami, sekedar menghantarkan dan menguatkan badan untuk beribadah dan berdakwah padaNYA.

Yang kami inginkan, kami sekeluarga dapat berkumpul disurga dan diselamatkan dari siksa, saya, istriku tercinta holidah, anakku Zahra hanifah, Abdullah Azzam dan Khonsa Kamilah.

disurga...

kami memiliki istana yang tiang dan temboknya terbuat dari emas, lantainya dari mutiara, istana kami sangat luas, seluas langit dan bumi, didalamnya ada kebun yang pohonnya selalu berbuah, burung yang bertengger dan selalu berkicau, didalamnya juga ada sungai, yang airnya jernih, sejuk dan selalu mengalir.

kami duduk diatas dipan-dipan bercengkrama, dengan pembantu-pembantu yang muda, ceria membawa nampan-nampan berisi makanan dan miniman dan menawarkannya kepada kami selalu.

pakaian kami banyak macamnya dan terbuat dari bahan sutra...

kami ingin keliling bersama disurga, dengan kendaraan surga.....

kami ingin pergi kekebun surga, dan melihat pohon-pohon dengan berbagai macam buahnya yang selalu berbuah....

kami ingin pergi bersama melihat wajah yang tercantik, wajah ALLAH....disurga tertinggiNYA.....

Amiin........


Sabar Dan Biarlah Allah Menentukan Jadwal Kemenangan

Salah satu kendala utama berda’wah di zaman penuh fitnah dewasa ini ialah kenyataan betapa pahitnya kondisi yang sedang dialami ummat Islam di segenap penjuru dunia. Banyak negeri kaum muslimin dewasa ini dipaksa terlibat dalam konflik fisik karena penjajahan lokal terang-terangan seperti yang dialami saudara-saudara kita di Palestina oleh Zionis Yahudi, Chechnya oleh Rusia, Kashmir oleh India, Fatani oleh Thailand, Mindanau oleh Filipina serta Uigur oleh Cina. Belum lagi penjajahan yang berkedok War on Terror (WOT) seperti yang dilakukan kekuatan NATO dengan komandannya Amerika Serikat di Irak, Afghanistan dan sebentar lagi di Yaman. Sebagaimana hal serupa dilakukan oleh kekuatan militer Uni Afrika terhadap Mujahidin di Somalia.

Lambat laun semua konflik yang menimpa ummat Islam diseragamkan sebutannya menjadi WOT. Sehingga betapapun canggihnya retorika mereka mengatakan bahwa WOT bukanlah perang melawan Islam dan kaum muslimin, namun kian hari fakta yang ada kian kuat membantahnya. Amerika sudah sangat sering berkoar-koar menggolongkan Kuba dan Korea Utara sebagai negara teroris, tapi nyatanya tidak pernah kita menyaksikan pengerahan kekuatan militer terhadap kedua negara berpenduduk mayoritas non-muslim tersebut sebagaimana dilakukan terhadap negeri Muslim semisal Irak dan Afghanistan. Bahkan semenjak gagalnya upaya peledakan sebuah pesawat penerbangan Amerika Serikat pada malam Natal 2008 empatbelas negara mayoritas muslim dimasukkan ke dalam daftar hitam (baca: daftar bangsa teroris) oleh Amerika Serikat. Perhatikanlah kutipan berita dari The New York Times 4 Januari 2010:

Under the new rules, all citizens of Afghanistan, Algeria, Lebanon, Libya, Iraq, Nigeria, Pakistan, Saudi Arabia, Somalia and Yemen must receive a pat down and an extra check of their carry-on bags before boarding a plane bound for the United States, officials said. Citizens of Cuba, Iran, Sudan and Syria — nations considered “state sponsors of terrorism” — face the same requirement.

Setiap hari kita selalu disajikan berita terbunuhnya kaum muslimin di negeri-negeri yang terlibat dalam konflik. Saking seringnya pemberitaan mengenai terbunuhnya kaum muslimin kitapun semakin terbiasa dan lama-kelamaan menjadi jenuh akhirnya tidak peduli. Sementara itu di negeri kaum muslimin yang tidak terlibat konflik fihak penguasa global kafir tidak henti-hentinya melakukan rekayasa dan konspirasi untuk mencegah munculnya kekuatan ummat Islam sejati sambil memberikan dukungan seluas-luasnya kepada kelompok muslimin yang rela dibentuk ideologinya (baca: aqidah dan fikrahnya) sesuai ideologi materialisme, sekularisme, pluralisme, liberalisme dan demokrasi Barat modern. Barangsiapa yang tidak bersedia menyesuaikan ideologinya dengan ideologi Barat modern akan dengan mudahnya dilabel sebagai kaum fundamentalis, ekstrimis bahkan teroris..! Mereka akan diburu, di-inteli dan sekurang-kurangnya ditandai sebagai fihak yang mesti diwaspadai. Mereka dianggap sebagai pengganggu stabilitas dan keamanan negara. Bila dinilai bersalah dan diduga terlibat dengan aksi teror bisa dengan mudahnya dijebloskan ke sel semisal Guantanamo tanpa pernah boleh membayangkan adanya proses pengadilan. Sementara muslimin -apalagi aktifis da'wah- yang menerima ideologi mereka akan segera memperoleh aneka fasilitas duniawi dan jaminan hidup, baik harta, tahta maupun wanita.

Keadaan ini sangat mirip dengan keadaan yang telah dilalui oleh generasi awal kaum muslimin di masa Rasulullah berjuang di kota Mekkah sebelum hijrah. Pada masa itu siapa saja yang mengikuti jejak langkah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dianggap sebagai pengganggu stabilitas dan keamanan negara. Sebab Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat menawarkan ideologi yang sangat berbeda bahkan bertentangan langsung dengan ideologi kaum musyrikin Quraisy Mekkah. Banyak sahabat yang mengalami pengusiran, penganiayaan, penyiksaan, pemboikotan, pemenjaraan hingga pembunuhan. Keadaan sedemikian parahnya sehingga salah seorang sahabat berkeluh-kesah kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam melihat kenyataan pahit yang dialami kaum muslimin ahlut-tauhid.

عَنْ خَبَّابِ بْنِ الْأَرَتِّ قَالَ شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً لَهُ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ قُلْنَا لَهُ أَلَا تَسْتَنْصِرُ لَنَا

أَلَا تَدْعُو اللَّهَ لَنَا قَالَ كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ

فِي الْأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيهِ فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ

فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ

مَا دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ

وَاللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ

لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ أَوْ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ

Dari Khabab bin Al-Arat ia berkata: ”Kami mengeluh di hadapan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam saat beliau sedang bersandar di Ka’bah. Kami berkata kepadanya: ”Apakah engkau tidak memohonkan pertolongan bagi kami? Tidakkah engkau berdoa kepada Allah untuk kami?” Beliau bersabda: ”Dahulu seorang lelaki ditanam badannya ke dalam bumi lalu gergaji diletakkan di atas kepalanya dan dibelah menjadi dua namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Dan disisir dengan sisir besi sehingga terkelupaslah daging dan kulitnya sehingga tampaklah tulangnya namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Demi Allah, urusan ini akan disempurnakan Allah sehingga seorang penunggang kuda akan berkelana dari San’aa ke Hadramaut tidak takut apapun selain Allah atau srigala menerkam dombanya, akan tetapi kalian tergesa-gesa!” (HR Bukhary 3343)

Saudaraku, sungguh apa yang dialami ummat Islam dewasa ini di zaman penuh fitnah ini hanya merupakan repetisi sejarah. Ini merupakan sunnatullah yang mesti dialami oleh kaum muslimin ahlut-tauhid sepanjang perjalanan sejarah kemanusiaan. Yang paling penting adalah menjadikan aqidah dan fikrah Islamiyah sebagai barang paling berharga yang mesti dijaga kemurniannya hingga maut datang menjemput. Sebab urusan ideologi inilah urusan paling pokok bagi seorang mu’min. Urusan ideologi ini pulalah sebab utama diutusnya para Rasul Allah.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu…” (QS AnNahl ayat 36)

Ketika masyarakat jahiliyyah musyrik Quraisy Mekkah berdiri di atas fondasi ideologi syirik non-Tauhid Nabi shollallahu ’alaih wa sallam samasekali tidak berkenan terlibat dalam pengaturan dan pengelolaan masyarakat Mekkah. Beliau sibuk terus membina lahirnya suatu generasi baru ahlut-tauhid yang dipersiapkan untuk mewujudkan masyarakat baru menggantikan masyarakat jahiliyyah tersebut. Namun beliau mensyaratkan agar masyarakat yang dibina ideologinya tersebut memiliki kesabaran yang berlipat ganda. Jangan hendaknya mereka mudah goyah lantaran ancaman lawan maupun rayuan musuh. Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menjamin bahwa pertolongan dan kemenangan dari Allah merupakan suatu keniscayaan, namun hendaknya semua fihak bersabar dan bersabar dan bersabar. Sedemikian rupa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menekankan perlunya bersabar sehingga beliau mengingatkan sahabat Khabab bin Al-Arat akan pengalaman jauh lebih pahit kaum mukminin generasi terdahulu.

Padahal sahabat Khabab bukanlah sahabat yang tidak mengalami derita dalam mempertahankan iman Tauhidnya. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab beliau hadir dalam suatu majelis dimana Umar menyuruh masing-masing sahabat Muhajirin menceritakan pengalaman dan pengorbanan sewaktu masa jahiliyyah berjuang di Mekkah untuk menjadi pelajaran bagi yang lainnya. Masing-masing menceritakan pengalamannya. Begitu tiba giliran Khabab beliau langsung membuka bajunya dan memperlihatkan punggungnya kepada jamaah majelis. Betapa terkejutnya mereka melihat punggungnya yang dipenuhi lubang-lubang berwarna hitam sebesar bola kasti. Umar menanyakan apa yang telah terjadi. Maka Khabab berkata: ”Aku dulu disiksa dengan cara disuruh berbaring terlentang di atas tumpukan batu yang telah dibakar sehingga aku bisa mencium bau dagingku terbakar seperti bau sate panggang!”

Saudaraku, sungguh perjuangan menegakkan Tauhid melalui jalan yang telah ditempuh Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat dewasa ini memerlukan kesabaran. Kesabaran untuk mempertahankan aqidah Rabbani ini. Kesabaran untuk menyaksikan saudara-saudara kita yang masih saja mengalami aneka penganiayaan dari fihak musuh Allah sedangkan kita tidak berdaya menolong mereka selain melalui doa. Dan yang sangat penting adalah kesabaran untuk bertawakkal kepada Allah dalam hal penentuan jadwal kemenangan. Jangan sekali-kali karena tidak sabar hidup dalam kondisi kekalahan, kemudian kita melakukan tindakan konyol yang kontraproduktif bagi kemuliaan Islam dan muslimin. Umumnya ketergelinciran dari jalan lurus hanya terjadi karena dua kemungkinan, yaitu ancaman atau rayuan fihak musuh Allah. Zaman sekarang biasa disebut dengan stick and carrot approach. Yang paling mengerikan adalah ketika ada sejumlah aktifis da’wah masuk dalam perangkap stick and carrot approach tadi malah mengira sudah semakin dekat kepada kemenangan yang mereka tentukan sendiri jadwal dan bentuknya. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.-

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ

مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ

وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

‘Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS Al-Baqarah ayat 214)

Saudaraku, pertolongan Allah menjadi dekat bilamana sense of crisis telah berada dalam frekuensi yang sama antara pemimpin perjuangan dan para pengikutnya. Bila sudah satu frekuensi dan terfokus kepada hanya dan hanya mengharapkan pertolongan Allah, maka dalam keadaan seperti itu berarti pertolongan Allah sudah sangat dekat. Demikianlah yang ditunjukkan oleh para pendahulu kita. Derita ummat menjadi derita Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam, sukacita ummat seringkali hanya menjadi sukacita ummat sedangkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam tetap zuhud dan sederhana dalam kenikmatan mendekatkan diri kepada Allah dan menyantuni kaum dhuafa. Adakah kondisi ummat dewasa ini khususnya mereka yang mengaku aktifis da’wah sudah seperti para pendahulu kita? Wallahu a’lam.-