Senin, 01 Maret 2010

FIS Aljazair: Sebuah Pembelajaran Untuk Partai Islam di Dunia

Usianya pendek. Namun, akan dikenang sebagai sebuah gerakan Islam yang bisa diterima oleh rakyat. Karena, ia konsisten untuk menjadi partai Islam. Perkembangan dan sejarahnya dimatikan oleh penguasa.
Pada dekade akhir 80-an dan awal 90-an, hampir semua penggerak dakwah Islam mengenali FIS. FIS atau Front Islamic du Salut atau dalam bahasa Indonesia Front Keselamatan Islam adalah sebuah partai politik di Aljazair berideologi Islam.
Sampai tahun 1988, di Ajazair hanya ada satu partai politik yaitu FLN. Namun ketika meletus penentangan terhadap pemerintah dan FLN, presiden Aljazair ketika itu, Chadli Bendjedid (sekaligus merangkap sebagai sekjen FLN), terpaksa mengizinkan pendirian berbagai parpol baru.
Satu tahun kemudian, berdirilah FIS. FIS didirikan di atas kesadaran masyarakat Aljazair yang beragama Islam. Bertahun-tahun masyarakat Muslim Aljazair kecewa terhadap pemerintahnya yang sekuler, karena negaranya tidak mengalami kemajuan. Juga selain itu, pemerintah Aljazair tidak mengakomodasi kepentingan umat Islam.
Benjedid sendiri memerintah sejak tahun 1978, meneruskan kepemimpinan Boumedienne yang jahil (sekuler). Boumedienne sendiri berkuasa karena menggulingkan presiden Bella pada tahun 1962. Otomatis, sejak tahun 1988 itu, bermunculanlah parpol-parpol di Aljazair. Namun, kemudian hanya FIS yang menyeruak ke permukaan dan meraih simpati masyarakat. Apa pasal? Ini karena sejak awal FIS konsisten berjuang dengan program-program dan asas Islam.
Masyarakat Aljazair yang sudah lama hidup dalam belenggu dan suasana sekuler, tidak disangka-sangka lebih memilih FIS. Walaupun rakyat mayoritas beragama Islam, namun kehidupan dan cara-cara masyarakat Aljazair hampir tidak beda dengan masyarakat Prancis atau Eropa, hingga kecenderungan mereka terhadap FIS pun mengherankan banyak pihak. Sekalipun, soal urusan hidup hedonis, tapi untuk urusan pemerintahan, tampaknya rakyat Aljazair lebih percaya pada konsep Islam.

FIS pun meresponnya dengan baik, yaitu dengan tidak tertarik akan ide “berpura-pura” menjadi sekuler, seperti menjadi partai terbuka atau nasionalis untuk menarik simpati masyarakat. Mereka tetap konsisten dengan nilai dan prinsip Islam, baik di dalam partai ataupun skap keluar (eksternal) terhadap partai atau golongan serta pemerintah.
Pada pemilu 1991, artinya hanya dua tahun sejak berdirinya FIS, partai ini meraih 54% suara dan mendapat 188 kursi di parlemen atau menguasai 81% kursi. Suatu pencapaian yang fantastis! Pada pemilu putaran kedua, FIS dinyatakan menang telak.
Hasilnya pada pemilu putaran pertama 20 Juni 1991, FIS memenangkan 54% suara dan mendapat 188 (81%) kursi di parlemen. Umat Islam Aljazair menyambut gembira Kemenangan FIS ini disambut gembira oleh rakyat Aljazair.
Namun tidak dengan Benjedid. Presiden yang kemudian mengundurkan diri ini setelah kekalahan partainya segera berkonsolidasi dengan pihak-pihak yang tak ingin Islam tampil dan FIS berkuasa. Maka Benjedid pun menggalang kekuatan militer. Militer, dengan kekuasaannya dan semena-mena, membubarkan parlemen Aljazair serta membatalkan hasil pemilu.
Mohammed Boudiaf, mewakili militer, segera mendirikan Dewan Tinggi Negara, dan kemudian bertindak sebagai pemerintahan interim. Ia, entah dengan dasar apa, mengumumkan bahwa Aljazair berada dalam keadaan darurat.
Boudiaf menjadi penguasa baru di Aljazair. Ia merekayasa semua cara untuk memberangus FIS dan menyatakannya sebagai partai politik terlarang. Ribuan anggota dan pendukung FIS ditangkap dan dijebloskan ke penjara, dan tak jarang dibunuh. Pemimpin FIS Abassi Madani dan Ali Belhadj dipenjarakan. Boudiaf sendiri tewas di tangan Letnan Mohammed Bumaaraf yang berusia 26 tahun. Sejarah terulang, Aljazair tidak pernah lepas dari pemberontakan dan pembunuhan. Ini berbeda jika saja FIS memerintah, karena walaupun mengusung ideologi Islam, FIS tak sekalipun merugikan kepentingan golongan lain.
Kini Aljazair diperintah oleh Abdul Aziz Boetuflika yang juga sekular. FIS sudah tidak tahu lagi kemana di negara ini. Namun pelajaran besar dari FIS adalah jangan pernah menanggalkan identitas sebagai partai Islam walaupun di tengah masyarakat yang sekuler.
Karena, bagaimanapun jahiliyahnya umat Islam di sebuah negara, jauh di lubuk hatinya mereka menginginkan sebuah partai Islam yang benar-benar Islam. Bukan partai Islam 'gadungan' dan dipimpin para pecundang politik, yang bertindak-tanduk hampir tidak ada bedanya dengan partai sekuler, yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan dan berkomplot dengan penguasa sekuler.Meskipun, akhirnya FIS dibubarkan oleh penguasa militer Aljazair, tapi itu jauh lebih terhormat daripada mengekor kepada kekuasaan sekuler

Jalan Dakwah Sangat Jelas

Dalam kitab monumentalnya Fii Zhilalil Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an) Sayyid Quthb rahimahullah memberikan sub-judul ”Jalan Islam Sangat Jelas” ketika menafsirkan surah Yusuf ayat 108. Ayat tersebut berbunyi sebagai berikut:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا
وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

”Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Ayat ini merupakan perintah Allah kepada para du’at ila Allah (para penda’wah yang mengajak manusia ke jalan Allah). Para aktifis da’wah Islam diperintahkan Allah agar memproklamasikan bahwa jalan yang mereka tempuh merupakan jalan yang satu dan lurus, tidak bengkok sedikitpun, tidak mengandung keraguan atau syubhat apapun. Manusia yang mereka ajak kepada Allah dan jalan Allah tidak boleh dan tidak akan menjadi bingung dan kehilangan orientasi karena para penyeru tidak mengajak kecuali kepada jalan yang satu, lurus dan jelas tersebut. Jalan tersebut merupakan jalan kebenaran abadi yang telah dilalui oleh para Nabi dan Rasul utusan Allah dari masa ke masa. Dengan seruan tunggal yakni: ”Sembahlah Allah semata dan jauhilah Thaghut.”

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

”Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu..." (QS An-Nahl ayat 36)

Lalu para aktifis da’wah Islam disuruh pula oleh Allah untuk menegaskan bahwa ”... aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata...” Mereka tidak akan mengajak manusia menuju Allah bermodalkan sekedar asumsi-asumsi atau prasangka-prasangka yang tidak jelas. Mereka hanya akan mengajak manusia menuju Allah dengan hujjah, dalil dan petunjuk yang valid dan bisa dipertanggung-jawabkan di sisi Allah yang menjadi tujuan seruan mereka itu. Sehingga ketika mengomentari bagian ini Sayyid Quthb menggambarkan sikap para aktifis da’wah Islam sebagai berikut: ”Kami berada dalam hidayah dan cahaya Allah. Kami sangat mengenal jalan kami. Kami berjalan di atasnya dengan penuh kesadaran, pengetahuan dan pengenalan. Kami sama sekali tidak akan sesat, kemudian mencari-cari petunjuk jalan dan menerka-nerka. Jalan kami adalah jalan yang meyakinkan, terang dan bercahaya. Mahasuci Allah dari apa-apa yang tidak layak dengan keagunganNya. Kami memisahkan diri, mengasingkan diri, membedakan diri dari orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah. ”Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
Para da’i sepatutnya menegaskan bahwa mereka tidak sama dengan orang-orang musyrik. Seruan mereka menuju kepada Allah Yang Maha Sempurna. Sedangkan seruan kaum musyrik menuju kerugian dan kebinasaan. Seruan para da’i mengantarkan masyarakat kepada ajaran Tauhid yang dibawa oleh kafilah panjang para Nabi dan Rasul utusan Allah Yang Maha Tahu lagi Maha Bijaksana. Sedangkan seruan kaum musyrik berlandaskan prasangka dan asumsi bikinan manusia yang penuh sifat zalim lagi jahil (bodoh alias tidak berpengetahuan). Seruan para da’i mengantarkan masyarakat kepada hakikat kemerdekaan dimana setiap individu hanya menghamba kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia. Sedangkan seruan kemusyrikan menyebabkan timbulnya penghambaan manusia terhadap sesama manusia di dalam masyarakat jahiliyyah.
Selanjutnya Sayyid Quthb menulis: ”Para da’i yang menda’wahkan jalan menuju Allah harus memiliki karakteristik ini. Mereka harus memaklumatkan bahwa mereka suatu ummat yang berbeda dengan orang-orang yang tidak meyakini aqidah mereka, dan tidak berjalan di jalur mereka, dan tidak tunduk kepada kepemimpinan mereka.”


Sesungguhnya perkara pertama dan utama yang membedakan para da’i di jalan Allah dengan kaum musyrikin ialah pada urusan aqidah serta ideologi. Sebab dari perkara inilah munculnya sistem dan peradaban yang secara diameteral berbeda dan berseberangan satu sama lain. Aqidah Tauhid menghasilkan masyarakat Islam dengan karakteristik khusus dengan kondisi masyarakat khusus serta kepemimpinan Islamiyyah yang bersumber dari aqidah istimewa tersebut. Sementara kaum musyrikin membentuk masyarakat jahiliyyah dengan karakteristik khusus serta kondisi masyarakat khusus dan kepemimpinan jahiliyyah yang bersumber dari ideologi dangkal bikinan manusia yang lemah. Pantaslah bilamana Allah menggambarkan masyarakat jahiliyyah yang mengandalkan dan menuhankan tuhan-tuhan selain Allah sebagai masyarakat yang rapuh. Sedemikian rapuh laksana rumah laba-laba.

مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ

”Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang mereka seru selain Allah. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS Al-Ankabut ayat 41-43)

Para du’at di jalan Allah pada satu sisi tidak cukup hanya menda’wahkan pemeluk ideologi lain agar pindah memeluk Islam, namun pada sisi lain mereka tetap berbaur dan mencair dalam masyarakat jahiliyyah. Da’wah seperti itu tidak bermanfaat dan tidak bernilai. Mereka mestinya membedakan diri dari masyarakat jahiliyyah dan juga membedakan diri dari kepemimpinan jahiliyyah.

Sesungguhnya bercampur-baur dan mencairnya mereka dalam masyarakat jahiliyyah dan tetapnya mereka dalam naungan kepemimpinan jahiliyyah pasti menghilangkan setiap kekuasaan yang dibawa oleh aqidah Islamiyyah mereka, setiap pengaruh yang mungkin diciptakan oleh da’wah mereka dan setiap daya tarik yang dimiliki oleh da’wah mereka.

Selanjutnya Sayyid Quthb menulis: ”Hakikat ini tidak hanya cocok pada sasaran da’wah Nabi ditengah-tengah kaum musyrikin. Sesungguhnya sasarannya tertuju kepada setiap jahiliyyah yang mendominasi kehidupan manusia. Jahiliyyah abad ke duapuluh satu tidak berbeda samasekali dari jahiliyyah-jahiliyyah lainnya sepanjang sejarah, baik dalam norma-normanya yang mendasar maupun isyarat-isyarat yang dominan.”
Orang-orang yang menyangka akan berhasil memetik suatu hasil dengan cara bercampur baur dengan masyarakat jahiliyyah apalagi mencampur aqidah Tauhid dengan ideologi jahiliyyah berarti tidak menyadari tabiat jalan yang telah ditempuh oleh para Nabi dan Rasul utusan Allah. Sejak awal para Nabi dan Rasul telah menyatakan aqidah Tauhid yang sangat beda dengan kemusyrikan.

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ
مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا مُفْتَرُونَ
”Dan kepada kaum `Aad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.” (QS Huud ayat 50)

Tawakal Dijurang Neraka

Dewasa ini kita hidup dalam sebuah zaman dimana kebanyakan orang menganggap bahwa bertawakkal kepada Allah hanya dalam urusan ketika sudah menghadapi masalah dalam hidup. Itupun ke-tawakkal-an dalam bentuk memohon kepada Allah pertolongan saat diri telah tenggelam dalam kesulitan hidup seperti jatuh miskin atau sakit berat atau kehilangan sesuatu stau seseorang yang sangat dicintainya. Sedangkan sewaktu dia sehat, kaya dan berjaya dia tidak pernah peduli untuk hidup dengan mengikuti petunjuk ilahi dan mematuhi aturan serta hukum Allah.
Ia bangga dan sangat percaya diri hidup berdasarkan hawa nafsu pribadinya dan mematuhi aturan dan hukum selain yang datang dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Mereka enggan untuk menjadikan ajaran Allah, Al-Islam, sebagai jalan hidup dan sunnah arRosul sebagai tauladan. Mereka lebih bangga dan percaya diri untuk menata kehidupan berdasarkan berbagai ideologi buatan manusia seperi demokrasi, nasionalisme, humanisme, liberalisme, materialisme dan sekularisme. Mengikuti gaya hidup punkers, rockers, dangduters. Padahal sikap demikian menunjukkan ke-tawakkal-an yang jauh dari kebenaran.
Dan barangsiapa yang tidak tawakkal kepada Allah berarti telah bergantung kepada selain Allah. Dan menjadi bagian dari kaum yang meragukan ALLAH bahwa ALLAH maha mengetahui, maha benar, dan sama saja dengan menjadi loyalis kepada syetan, fihak yang semestinya seorang beriman bermusuhan dengannya dan tidak berkompromi sedkitpun dengannya.
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا
إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
”Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS Faathir ayat 6)
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ
حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
”Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah hizbusy-syaithan (pasukan/golongan/partai syetan). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbusy-syaithan itulah golongan yang merugi.” (QS Al-Mujaadilah ayat)