Selasa, 23 September 2008

Surat Untuk Qiyadah

Kepada Yth
Ketua DPD PKS Depok
Di Tempat

الحمد لله رب العالمين ، والعاقبة للمتقين ، ولا عدوان إلا على الظالمين ، كالمبتدعة والمشركين ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده ولا شريك له ، إله الأولين والآخرين ، وقيوم السماوات والأرضين . وأشهد أن محمداً عبده ورسوله ، وخيرته من خلقه أجمعين .
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين ، وسلم تسليماً كثيراً .


Saat wilayah abu-abu kita masuki, ada perasaan amat berat, ketidakmampuan yang amat. Benar, diri ini belum sebanding dengan Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, dan Umar Bin Abdul Aziz dalam memerankan diri sebagai khalifah Allah di muka bumi, wakil rakyat yang santun, bersahaja, dan menganggap kekuasaan dan jabatan merupakan amanah yang amat berat dipertanggungjawabkan. Mereka tetap tak berpaling pada dunia. Walau dunia berada dalam genggaman tangan mereka. Hasil didikan Rasulullah Saw benar-benar menjadi ummat terbaik, yang dilahirkan sebagai contoh bagi generasi ummat saat ini. Pola dan alur hidup mereka tidak berubah sejak dilantik dan dipercaya sebagai khalifah. Tidak ada protokoler, juga tidak menjaga jarak dengan ummat, melayani semua anggota masyarakat dengan seadil-adilnya. Tak perlu heran, bila dibawah kepemimpinan mereka, mencari anggota masyarakat sebagai penerima Ziswaf, sulitnya bukan kepalang. Bukti bahwa mereka mampu mensejahterakan rakyat dengan baik. Prolog ini sengaja saya ketengahkan untuk bahan muhasabah, introspeksi kepada diri pribadi. Bahwa menjadi wakil rakyat merupakan sebuah amanah yang amat berat kita emban. Pertanggungjawabannya bukan kepada partai pengusung lagi. Tapi kepada pemilik alam ini, Allah swt. Sarat dengan kisah dan pertarungan nurani. Selalu ada pergolakan batin yang amat dahsyat. Penuh dengan upaya mencari integritas pribadi dan jamaah. Tak banyak yang tahu, menjadi anggota dewan itu sungguh perjuangan dan pengorbanan keimanan terberat. Karena nuansa integritas menjadi tinta utama untuk melukis karya di atas kanvas kehidupan. Apalagi bila dikaitkan dengan agenda-agenda tarbiyah jihadiyah, yang selalu bertentangan dengan kebatilan, baik terstruktur maupun yang sudah terlanjur menjadi kultur. Hal demikian itu, akan amat menantang andrenalin keimanan. Mengantar masyarakat untuk beriman , memang bukan pekerjaan sambilan. Sambil menapaki ranah legislasi, berupaya semaksimal mungkin menata instrumen-instrumen tauhid dalam kehidupan mereka. Ternyata, memang benar adanya, pekerjaan ini sangat membutuhkan loyalitas dan totalitas untuk serius berkhidmat kepada ummat. Ummat kini sedang menanti kerja keras kita dalam dakwah, mengingatkan mereka akan ajaran agamanya. Meluruskan segala bentuk kekufuran yang terjadi dan sedang berlangsung di masyarakat. Indikasi keimanan seseorang itu meningkat, ia dapat membedakan antara kebatilan dan al-haq dengan gamblang nan nyata. Hal itu mereka lakukan dengan ikhlas, tanpa pamrih. Tidak berharap tepukan tangan audiens, tidak meminta aplaus yang panjang dan membahana. Cukup keridhaan Allah swt, dan mereka pun ridha kepada ketetapan Allah swt. Kontinyuitas menyapa mereka adalah jaminan kuatnya perhatian kita terhadap mereka. Tidak temporal dan saat ada momen-momen tertentu saja. Pemahaman terhadap Al-Islam yang syumul dan kaffah, seharusnya kedua item itu dipahamkan kepada mereka secara sempurna dan menyeluruh pula. Tugas ini menjadi kian berat ketika satu sisi mengharapkan suara mereka, tapi di sisi lain, kita bersebarangan dengan kebanyakan kebiasaan mereka. Ada gap yang saling memisahkan. Terjadilah tawar-menawar. Sehingga berakhir dengan isyarat ‘damai’. Nah, ini sejatinya sesuatu yang menghalangi kita untuk membangun komunitas dakwah yang solid, memasyarakat, dan berpadu dalam al-amr bil ma’ruf dan an-nahyu ‘anil munkar dalam satu ikatan dan keridhaan Allah Swt. Padahal posisi kita sangat-sangat menguntungkan, sebagai wakil rakyat yang sangat didengar suaranya, dan legislasi yang kita hasilkan dapat ‘memaksa’ mereka patuh dan menjalankannya dengan baik. Karena itu pula, keberatan-keberatan ini yang membuat diri ini ringkih, ringkih spiritualitas, melemahkan iman, menumbuhkan-suburkan syubhat dan syahwat, dan bisa berdampingan mesra dengan pegiat kemaksiatan. Sungguh keberatan-keberatan ini terinspirasi oleh betapa beratnya mengawal generasi, dan itulah sejatinya butuh pembinaan yang maha berat. Jangan sampai ummat jengah melihat kinerja dakwah kita. Apakah yang sudah kita perbuat ini cukup banyak. Dampaknya pada masyarakat seberapa jauh. Tawar hati ini bila kemudian ada ungkapan para aleg otomatis menjadi caleg pada pemilu 2009 kelak. Banyak usulan dari kader tentang siapa yang layak dan yang tidak. Jangan sampai ada unsur keterpaksaan. Bukan lagi berkutat pada sam’an wa tho’atan lagi. Melainkan ada tidaknya panggilan jiwa, atau siapa yang lebih punya kafaa’ah syar’i secara baik, konsisten dan persisten dalam menjalankan ad-dien ini secara lebih baik, itu yang berhak. Terkait dengan pencalonan Anggota Legislatif 2009, ada hal-hal yang membuat saya tidak dapat meneruskan proses pencalonan itu. Bahwa tarbiyah tak bisa lepas dari peranan dan eksistensi murobbi yang memberi energi spiritual dan keteladanan yang sanggup menundukkan nafsu syahwat dan syubhat di dunia yang penuh dengan intrik. Karena mutarobbi yang berkualitas (baik secara intelektual dan spiritual ) tak lepas oleh sentuhan spiritual murobbi yang ikhlas. Dengan berkonsentrasi di bidang pembinaan dan dakwah, dua hal yang merupakan pondasi keberhasilan dakwah ditengah arus masifitas budaya yang semakin memprihatinkan saja.Ranah dakwah seperti ini yang membuat hati ini tergerak untuk berkonsentrasi pada pembinaan kader-kader dakwah yang tidak silau oleh pencapaian–pencapaian duniawi semata. Yang justru menjauhkan mereka dari ketatan kepada Allah dan Rasulnya. Membina dan mengarahkan mereka, butuh waktu dan totalitas yang hendaknya wajib dilakukan oleh setiap insan yang mengikrarkan syahadat. Ada benarnya, dunia politik penuh dengan suara sumbang yang cukup melelahkan nurani, sehingga energi kita habis terkuras guna mengurus hal-hal yang yang bersifat temporal belaka. Sehingga penyiapan dan pematangan kader dakwah mengalami stagnasi, karena selalu bergulat dengan aroma politik praktis. Fenomena ini yang memberatkan hati untuk melangkahkan kaki ke Kota Kembang untuk kali kedua. karenanya agar diganti oleh kader yang lebih baik dari saya. Lebih mumpuni dari sisi kafaah syar’i, atau yang lebih mempunyai loyalitas dalam menjalankan fungsinya sebagai duta partai di ranah legislasi. Dakwah membutuhkan pembinaan yang serius dan istiqamah, dan tak akan bisa digantikan dengan pencapaian-pencapaian jangka pendek. Sungguh, kita tak akan tahu kelemaha-kelemahan diri tanpa ada upaya mengeliminasi jika kita tak bergerak mendekati masyarakat sesuai tuntunan sunnah Rasulullah Saw. Dalam pada itu, dakwah dan politik butuh pribadi-pribadi tegar, tak gentar oleh cemoohan publik, tak mudah terkontaminasi dengan warna yang telah ada. Sama halnya dengan mutiara, dimanapun ditempatkan, ia akan tetap menjadi mutiara. Ana takut bila semakin hari, makin terbiasa menyepelekan potensi syukur dan membonsai semangat dakwah, yang sangat membutuhkan keteladanan. Dan itu yang diajarkan Muhammad Saw beserta generasi terbaik Islam. Ana tidak mampu untuk berlama-lama menjadi wakil rakyat, terlalu berat untuk kembali memangku amanah serupa pada pemilihan umum mendatang. Dengan segala kerendahan hati, mohon kiranya DPD PKS Kota Depok memahami keberatan saya terkait dengan pencalonan kembali anggota legsilatif PKS pada pemilu 2009 mendatang.








Budi Wahyudi SE MM

1 komentar:

Cheria Holiday mengatakan...

ya begitulah, hidup ini ujian akh !